TUGAS : KETERAMPILAN SOSIAL DALAM KONTEKS KEPUSTAKAWANAN “Peran Pustakawan”


 

Pendahuluan

Pustakawan adalah seorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh  melalui pendidikan formal atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan  perpustakaan.

Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh seseorang dalam melaksanakan keprofesionalan.

Profesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejujuran, dsb) tertentu. Profesional artinnya bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya; mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya. Sedangkan profesionalisme berarti mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan cirin suatu profesi atau orang yang professional.

Untuk menguatkan bahwa pustakawan adalah sebagai jabatan fungaional tentunya memerlukan  sertifikasi. Sertifikasi asal katanya dari sertifikat yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai surat tanda atau surat keterangan (pernyataan tertulis) atau tercetak dari orang yang berwenang yang dapat digunakan sebagai bukti suatu kejadian. Sertifikat pustakawan adalah surat bukti kpmpetensi pustakawan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Proses kebijakan dan pelaksanaan untuk mengeluarkan sertifikat dapat disebut sertifikasi.

Profesi pustakawan saat ini masih dipandang sebagai profesi kelas dua. Anggapan itu  tidak hanya muncul dari luar pustakawan (eksternal), tetapi juga berasal dari internal (pustakawan) sendiri. Pandangan dari luar pustakawan ini misalnya, mereka mengatakan bahwa pustakawan tugasnya hanya melayani peminjaman/pengembalian buku, menata buku di rak, dan tempat orang-orang kurang berprestasi. Hal ini lebih disebabkan citra/image perpustakaan sebagai tempat yang kumuh, tempat orang-orang buangan, dsb. Sedangkan dari pustakawan sendiri, rata-rata mereka kurang memahami pedoman/peraturan kepustakawanan. Mereka tidak paham tentang satuan pekerjaan, kurang paham tata cara penghitungan angka kredit, kurang mengetahui proses pengajuan pangkat, dan masih terkonsentrasi pada kegiatan yang bersifat rutin dan teknis. Adanya kesenjangan pustakawan di kota dan di pelosok desa-desa/daerah terpencil utamanya pustakawan yang bekerja pada perpustakaan daerah juga merupakan tantangan bagi pustakawan.

 Peran Pustakawan Indonesia sebagai anggota profesi, tidak dapat dipisahkan dari lahirnya Perpustakaan modern yang pertama kali ada di Indonesia yang didirikan oleh orang Belanda. Perpustakaan tersebut adalah perpustakaan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschap didirikan pada tahun 1778. Seabad kemudian  di Indonesia mulai berdiri berbagai perpustakaan khusus, menyusul pendirian perpustakaan sekolah dan perpustakaan umum oleh pihak swasta pada awal abad ke-20. Jauh hari sebelum Indonesia Merdeka upaya pembentukan paguyuban pustakawan telah dirintis. Usaha pembentukan organisasi pustakawan mulai dirintis pada tahun 1912 dengan dilangsungkannya diskusi pustakawan di Batavia. Usaha ini baru membuahkan hasil pada tahun 1916 dengan dibentuknya Vereeniging tot Bevordering van het Bibliotheekwezen di Batavia. Namun usaha ini tidak dapat berjalan dengan mulus, selama pendudukan Jepang organisasi pustakawan tidak berkembang dan boleh dikata mengalami kemandegan. Hal ini berlangsung sampai pada tahun 1950-an, baru pada empat tahun kemudian (1954) berdiri Perkumpulan Ahli Perpustakaan Seluruh Indonesia disingkat PAPSI. Pada tahun 1962 nama organisasi tersebut diubah menjadi Asosiasi Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi disingkat APADI. Tahun 1969 berdiri Himpunan Pustakawan Chusus Indonesia disingkat HPCI. Pada tahun 1973 di Ciawi dilangsungkan Kongres Pustakawan se Indonesia dan terbentuklah Ikatan Pustakawan Indonesia disingkat  (IPI). Keberadaan  IPI hingga saat ini masih aktif dengan berbagai program dan aktivitasnya.

  Pustakawan sebagai salah satu anggota masyarakat tidak dapat lepas dari aktivitas individual dan aktivitas sosial. Pustakawan sebagai makhluk individual, mempunyai hubungan dengan dirinya sendiri, adanya dorongan untuk mengabdi  kepada dirinya sendiri. Pustakawan sebagai makhluk sosial, adanya hubungan pustakawan dengan sekitarnya, adanya dorongan pada pustakawan untuk mengabdi kepada masyarakat pemustaka. Pustakawan sebagai makhluk berKetuhanan atau makhluk religi adanya hubungan pustakawan dengan Sang Pencipta, adanya dorongan pada pustakawan untuk mengabdi kepada Sang Pencipta, kekuatan yang ada di luar dirinya.

Karena pustakawan sebagai makhluk individual, maka dalam tindakan-tindakannya pustakawan kadang-kadang menjurus kepada kepentingan pribadi. Namun karena pustakawan juga sebagai makhluk sosial, dalam tindakan-tindakannya pustakawan juga sering menjurus kepada kepentingan-kepentingan masyarakat.

 

Rumusan masalah

Dari uraian  tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1.      Apakah pustakawan sudah melaksanakan tugas-tugasnya secara professional?

2.      Sejauh mana peran pustakawan sebagai anggota profesi?

3.      Bagaimana peran pustakawan sebagai makhluk sosial di perpustakaan?

 

Pembahasan

1.      Pengertian

Dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007, Pasal 1, menyebutkan bahwa Pustakawan adalah seorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh  melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan  dan pelayanan perpustakaan. Kompetisi menjadi kata kunci pertama dalam definisi tersebut karena siapa pun dia, asal memiliki kompetensi dan bekerja di perpustakaan tanpa memandang perpustakaan negeri atau swasta dapat masuk menjadi pustakawan. Bagi pustakawan negeri pun seharusnya juga menyambut gembira akan hal ini. Menurut Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005, Pasal 1, Ayat 10 dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh seseorang dalam melaksanakan keprofesionalan. Kata kunci kedua  adalah bekerja di perpustakaan baik perpustkaan negeri atau swasta. Seseorang sekali pun memiliki komptensi dengan dilengkapi keterampilan dan keahlian jika tidak bertugas di perpustakaan tidak dapat disebut sebagai pustakawan. Seseorang memiliki kompetensi, mempunyai keterampilan dan keahlian, bekerja di perpustakaan  itu saja tidak cukup untuk disebut sebagai seorang pustakawan, akan tetapi seseorang harus mampu mengumpulkan Angka Kredit dengan jumlah tertentu sesuai dengan jenjang pangkat/jabatannya dan dalam jangka waktu tertentu (maksimal 5 tahun).

Sedangkan menurut Aanggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Pustakawan Indonesia (AD ART IPI), Pasal 1, Pustakawan adalah pegawai yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan kepustakawanan pada unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi baik di instansi pemerintah maupun swasta.

Dalam pasal 1 AD ART IPI tersebut lebih dijelaskan dengan  tegas bahwa pustakwan yang dimaksud tidak terbatas pada pegawai perpustakaan pemerintah, akan tetapi juga pegawai perpustakaan yang bekerja di lembaga/intansi swasta.

 

2. Jenjang Jabatan, Pangkat/Golongan Ruang, Angka Kredit, dan Tunjangan Jabatan Fungsional Pustakawan

Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 25, Keputusan MENPAN Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002 dan Keputusan Bersama Kepala Perpustakaan Nasional RI dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 23 Tahun 2003, Nomor 21 Tahun 2003 bahwa :

(1) Pustakawan Pelaksana, pangkat Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b sampai dengan Pustakawan Penyelia pangkat Penata, golongan ruang III/c dan Pustakawan Pertama, pangkat Penata Muda, golongan ruang  III/a sampai dengan Pustakawan Utama, pangkat  Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d, dibebaskan sementara dari jabatannya, apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak menduduki jabatan/pangkat terakhir tidak dapat mengumpulkan angka kredit untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi.

(2) Pustakawan Penyelia, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d, dibebaskan sementara dari jabatannya apabila dalam setiap tahun sejak diangkat dalam jabatan/pangkatnya tidak dapat mengumpulkan angka kredit sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) dari kegiatan kepustkawanan dan atau pengembangan profesi.

(3) Pustakawan Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e dibebaskan sementara dari jabatannya apabila dalam setiap tahun sejak diangkat dalam jabatan/pangkatnya tidak dapat mengumpulkan angka kredit sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) dari kegiatan kepustkawanan dan atau pengembangan profesi.

Pustakawan akan diberhentikan penuh dari jabatannya apabila tidak memenuhi syarat-syarat, sebagaimana yang diatur dalam pasal 27, Keputusan MENPAN Nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002 dan Keputusan Bersama Kepala Perpustakaan Nasional RI dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 23 Tahun 2003, Nomor 21 Tahun 2003:

a.       Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak dibebaskan sementara dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi;

b.      Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak dibebaskan sementara dari jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dan ayat (3), tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang ditentukan.

 

Seperti yang diatur dalam pasal 25  tersebut jabatan pustakawan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu kelompok jabatan Pustakawan Tingkat Terampil dan kelompok jabatan Pustakawan Tingkat Ahli. Jabatan Pustakawan Tingkat Terampil adalah pustakawan yang diangkat pertama kali mempunyai pendidikan serendah-rendahnya Diploma II Perpustakaan, Dokumentasi, dan Informasi atau yang sudah disetarakan. Nama/sebutan Pustakawan Tingkat Terampil adalah: Pustakawan Pelaksana: golongan II/b angka kredit 40, golongan II/c angka kredit 60, golongan II/d angka kredit 80; Pustakawan Pelaksana Lanjutan:  golongan III/a angka kredit 100, golongan III/b angka kredit 150; dan Pustakawan Penyelia: golongan III/c angka kredit 200, golongan III/d angka kredit 300. Pustakawan tingkat terampil ini diangkat pertama kali akan menduduki golongan/ruang II/b (Pengatur Muda Tk. I) dan maksimal akan menduduki jabatan Pustakawan Penyelia golongan/ruang III/d (Penata Tk. I).

Pustakawan tingkat ahli adalah pustakawan yang diangkat pertama kali mempunyai pendidikan serendah-rendahnya Sarjana Perpustakaan, Dokumentasi, dan Informasi atau yang sudah disetarakan Sedangkan sebutan nama jabatan  bagi Pustakawan tingkat ahli adalah: Pustakawan Pertama yang memiliki golongan III/a angka kredit 100, golongan III/b angka kredit 150;  Pustakawan Muda yang memiliki golongan III/c angka kredit 200, golongan IIId angka kredit 300, Pustakawan Madya yang memiliki golongan IV/a angka kredit 400, golongan IV/b angka kredit 550, golongan IV/c angka kredit 700; dan Pustakawan Utama yang memiliki golongan IV/d angka kredit 850, golongan IV/e angka kredit 1050.

 

 

 

 

 

 

 

 

3. Bidang Kegiatan dan Tugas Pokok Pustakawan

a. Bidang kegiatan pustakawan meliputi:

Unsur Utama, tediri atas:

1) Pendidikan

2) Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi,

3) Pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi,

4) Pengkajian pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi,

5) Pengembangan Profesi

 

Unsur Penunjang, antara lain terdiri dari:

1)      Mengajar

2)      Melatih,

3)      Membimbing mahasiswa dalam penyusunan skripsi, thesis dan disertasi yang berkaitan dengan ilmu  perpustakaan, dokumentasi dan informasi,

4)      Memberikan konsultasi teknis sarana dan prasarana perpustakaan, dokumentasi dan informasi,

5)      Mengikuti Seminar, lokakarya dan pertemuan sejenisnya di bidang kepustakawanan,

6)      Menjadi anggota organisasi profesi kepustakawanan,

7)       Mendapat pengharagaan/tanda jasa,

8)      Memperoleh gelar kesarjanaan lainnya,

9)      Menyunting risalah pertemuan ilmiah,

10)  Keikutsertaan dalam tim penilai jabatan pustakawan.

 

a. Tugas Pokok

Tugas pokok adalah tugas pustakawan yang wajib dilakukan oleh setiap pustakawan sesuai jenjang jabatannya.

1)      Tugas pokok Pustakawan Tingkat Terampil meliputi:

a)      Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi,

b)      Pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi;

2)      Tugas pokok Pustakawan Tingkat Terampil meliputi:

a)      Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi,

b)      Pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi;

c)      Pengkajian pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.

Ada perbedaan tugas pokok antara Pustakawan Tingkat Terampil dengan Pustakawan Tingkat Ahli, yaitu pada bidang tugas Pengkajian pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.

Dari uraian bidang kegiatan  dan tugas pokok pustakawan tersebut, hingga saat ini masih ada   pustakawan yang belum paham/enggan untuk mengurus kenaikan pangkat atau menekuni bidang fungsional pustakawan tersebut. Dalam hal ini banyak factor yang membuat pustakawan kurang bersemangat untuk menekuni karir sebagai pustakawan. Faktor ini dapat berasal dari luar pustakawan maupun dari diri pustakawan itu sendiri. Faktor dari luar dapat terjadi misalnya jenjang birokrasi yang berliku dan belum tersedianya petugas penilai bagi pustakawan, utamanya bagi pustakawan yang bekerja di Perpustakaan Daerah tingkat Kabupaten. Dalam hal ini penulis pernah mendapatkan keluhan dari salah seorang Pustakawan lulusan Diploma 3 Ilmu Perpustakaan dan bekerja di salah satu kabupaten di Jawa Timur selama 7 tahun. Dia ini termasuk pustakawan yang penuh dedikasi dan memiliki kemampuan di atas rata-rata di bidang perpustakaan dan teknologi informasi, namun selama itu dia belum pernah mengurus kenaikan pangkatnya. Hal itu terjadi bukan karena dia malas, akan tetapi lebih disebabkan karena tidak adanya petugas tim penilai dai tingkat kabupaten, tetapai tim penilai adanya di tingkat propinsi, sehingga kondisi itu berakibat kurang berkembangnya bagi pustakawan tersebut. Kasus itu hanya merupakan contoh kecil yang terjadi di sekililing kita yang mungkin kasus lain masih banyak terjadi.

Sebagai ilustrasi untuk membangkitkan semangat bagi para pustakawan, berikut akan penulis ajak untuk menyimak perhitungan angka kredit  sebagai berikut. Contoh Si Fulan sebagai Pustakawan Tingkat Ahli dengan jenjang jabatan Pustakawan Muda, pangkat/golongan ruang IIId. Dia akan mengajukan kenaikan pangkat dari IIId menuju ke pangkat/golongan ruang IVa, sehingga si Fulan butuh angka kredit 100. Angka kredit 100 ini dia tidak memiliki kegiatan dari unsur pendidikan, karena kegiatan dari unsur pendidikan telah dipakai untuk kenaikan pangkat sebelumnya. Maka dia hanya mempunyai kesempatan mengumpulkan angka kredit dari kegiatan: pengorganisasian, pemasyarakatan perpustakaan, pengkajian pengembangan perpustakaan, dan pengembangan profesi serta kegiatan dari unsure penunjang.

Untuk mencari Angka Kredit 100 (seratus) maka sengaja disediakan angka kredit yang melebihi dari jumlah angka kredit yang dibutuhkan, misalnya si Fulan menyediakan angka kredit sebesar 253.79.  Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi apabila ada sejumlah butir kegiatan beserta angka kreditnya yang tidak diakui oleh tim penilai. Yang terpenting adalah dari table tersebut terdapat 24 (dua puluh empat) butir kegiatan yang dilakukan oleh Saudara Fulan dari total butir kegiatan 163 (seratus enam puluh tiga) kegiatan atau hanya 14.72% dari total butir kegiatan yang tersedia. Itu artinya masih terdapat 85.28% butir kegiatan yang belum dilakukan oleh Si Fulan, sehingga sesungguhnya masih besar lagi peluang untuk dapat mengumpulkan angka kredit dan peluang untuk naik jabatan, pangkat dan golongan sangat-sangat terbuka lebar. Ilustrasi ini hendaknya dapat dipakai oleh para pustakawan untuk lebih semangat didalam mengembangkan karirnya secara profesional. Dari contoh tabel  diatas maka sesugguhnya pustakawan tersebut sudah melasanakan tugasnya secara profesional.

 

 

4. Peran Pustakawan sebagai Anggota Profesi

Peran Pustakawan Indonesia sebagai anggota profesi, sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari lahirnya Perpustakaan modern yang pertama kali ada di Indonesia yang didirikan oleh orang Belanda. Perpustakaan tersebut adalah perpustakaan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschap didirikan pada tahun 1778. Seabad kemudian  di Indonesia mulai berdiri berbagai perpustakaan khusus, menyusul pendirian perpustakaan sekolah dan perpustakaan umum oleh pihak swasta pada awal abad ke-20. Jauh hari sebelum Indonesia Merdeka upaya pembentukan paguyuban pustakawan telah dirintis. Usaha pembentukan organisasi pustakawan mulai dirintis pada tahun 1912 dengan dilangsungkannya diskusi pustakawan di Batavia. Organisasi Pustakawan Indonesia mulai terlihat perannya awal abad 20, diawali oleh para guru sekolah yang menaruh minat pada perpustakaan. Beberapa guru di Batavia (kini Jakarta) menydari perlunya organisasi pustakawan sebagai wadah komunikasi antara sesama anggota. Usaha ini baru membuahkan hasil pada tahun 1916 dengan dibentuknya Vereeniging tot Bevordering van het Bibliotheekwezen di Batavia. Tujuan organisasi itu dinyatakan pada pasal 3 berbunyi sebagai berikut (Sulistyo-Basuki: 1991) :

a.       Memajukan berdirinya perpustakaan baru dan membantu perpustakaan rakyat yang telah ada, baik yang bersifat ilmiah maupun umum.

b.      Memajukan usaha sentralisasi perpustakaan.

c.       Mengusahakan peminjaman antaraperpustakaan di Hindia Belanda (kini Indonesia).

d.      Memajukan lalu lintas pertukaran dan peminjaman bahan secara internasional.

e.       Mengumpulkan dan memajukan sumber dan tugas referens.

f.       Mendirikan biro penerangan untuk kepentingan ilmiah dan dokumentasi.

g.      Mendirikan gedung untuk perpustakaan umum.

h.      Segala usaha sah lainnya yang dapat membantu tercapainya tujuan di atas.

Namun usaha ini tidak dapat berjalan dengan mulus, selama pendudukan Jepang organisasi pustakawan tidak berkembang dan boleh dikata mengalami kemandegan. Hal ini berlangsung sampai pada tahun 1950-an, baru pada empat tahun kemudian (1954) berdiri Perkumpulan Ahli Perpustakaan Seluruh Indonesia disingkat PAPSI dengan tujuan:

a.       Mempertinggi pengetahuan ilmu perpustakaan dengan demikian mempertinggi derajat para anggotanya.

b.      Menanam rasa cinta terhadap perpustakaan dan buku pada umum. PAPSI berubah nama menjadi Perhimpunan Ahli Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi pada tahun 1956 dengan singkatan PAPADI. Tujuan organisasi ialah:

a.       Mempertinggi pengetahuan tentang ilmu perpustakaan, arsip dan dokumentasi, serta ilmu-ilmu lain yang berkaitan;

b.      Memperluas dan menanamkan pengertian terhadap perpustakaan, arsip, dan dokumentasi; dan

c.       Membela kepentingan dan mempertinggi derajat para anggotanya.

  Pada tahun 1962 nama organisasi tersebut diubah menjadi Asosiasi Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi disingkat APADI. Pasal 3 Anggaran Dasar APADI menyatakan bahwa APADI bertujuan:

a.       mengusahakan agar tercapai kesempurnaan siste dan isi perpustakaan, arsip, dan dokumentasi;

b.      mempertinggi pengetahuan tentang ilmu perpustakaan, arsip, dan dokumentasi dan ilmu-ilmu yang bersangkutan;

c.       memperluas dan menanam pengertian perpustakaan, arsip, dan dokumentasi; dan

d.      mempertinggi derajat para anggota

Tahun 1969 berdiri Himpunan Pustakawan Chusus Indonesia disingkat HPCI bertujuan: (a) membina perkembangan perpustakaan khusus di Indonesia, dan (b) memupuk hubungan anggotanya. Pada tahun 1973 di Ciawi dilangsungkan Kongres Pustakawan se Indonesia dan terbentuklah Ikatan Pustakawan Indonesia disingkat  (IPI). Keberadaan  IPI hingga saat ini masih aktif dengan berbagai program dan aktivitasnya.

Sesuai dengan Pasal 8 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IPI bertujuan untuk:

  1. meningkatkan profesionalisme pustakawan;
  2. mengembangkan ilmu perpustakaan, dokumentasu dan informasi;
  3. mengabdikan dan mengamalkan tenaga dan keahlian pustakawan untuk bangsa dan Negara RI.

Untuk mencapai tujuan tersebut dalam pasal 8, IPI melakukan berbagai kegiatan:

  1. mengadakan dan ikut serta dalam berbagai kegiatan ilmiah khususnya di bidang perpustakaan, dokumentasu dan informasi;
  2. mengusahakan keikutsertaan IPI dalam pelaksanaan program pemerintah dan pembangunan nasional di bidang perpustakaan, dokumentasu dan informasi;
  3. menerbitkan pustaka dan/atau mempublikasikan pustaka bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi;
  4. membina forum komunikasi antar pustakawan dan atau kelembagaan perpustakaan, dokumentasu dan informasi.

 

Dari berbagai tujuan organisasi tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa masing-masing organisasi tesrbut memiliki penekanan dalam hal pembinaan kepustakawan. Vereenigingtot Bevordering van Bibliotheekwezen lebih menekankan pada pengembangan perpustakaan secara pisik mulai dari pendirian perpustakaan baru, sentralisasi perpustakaan, peminjaman antar perpustakaan (interlibrary loan), pengembangan koleksi, meningkat pelayanan terhadap pemustaka, dan membangun gedung baru perpustakaan. Sedangkan organisasi PAPASI dan PAPADI memotivasi kepada para pelanggan untuk lebih mencintai perpustakaan dan meningkatkan kemampuan pustakawan dalam melayani pemustaka. APADI lebih menekankan pada kesempurnaan system dan isi perpustakaan. IPI lebih menekankan pada profesioanlisme para pustakawan disamping membina terhadap kemampuan intelektualitas bagi para pustakawan yang meliputi berbagai kegiatan pada bidang kepustakawanan dalam rangka ikut mencerdaskan kehidupan Bangsa.dan Negara untuk mewujudkan  masyarakat pembelajar sepanjang hayat. Pembinaan intelektualitas pustakawan tersebut meliputi pendidikan formal (D2, D3, S1, S2, dan S3) dengan berbagai pemberian bea siswa bagi  para pustakawan, kursus-kursus / diklat, seminar, lokakarya, sarasehan dan sebgainya.

Sebagai pustakawan yang professional, pustakawan memiliki tugas-tugas yang bersifat tugas keprofesian dan tugas penunjang. Tugas-tugas tersebut antara lain meliputi :

a. Pengembangan Koleksi:

       Pemilihan bahan perpustakaan (merumuskan kebijakan pengembangan koleksi, menyusun anggaran biaya pembelian bahan perpustakaan, mempelajari kebutuhan masyarakat, menyiapakan daftar bahan perpustakaan dalam bidang teetentu, mempertimbangkan permintaan nbahan perpustakaan untuk bidang tertentu,) dll.

         Pengadaan bahan perpustakaan (terdiri dari: mengendalikan anggaran biaya dengan skala prioritasnya, menjadwalkan pembelian tri wulanan, empat bulanan dan atau per semester, mengesahkan dan menyetujui kuitansi pemesanan pustaka, menentukan  dan mengawasi pencatanan serial, menilai pustaka yang sangat khusus dan langka), dll.

   Pengolahan bahan pustaka, meliputi: menentukan kebijakan  pengkatalogan dan pengklasifikasian, mengklasifikasi, mengembangkan sisetem pengklasifikasian, memberikan tajuk subjek, membuat kartu utama, menentukan entri tambahan, dll.

b. Layanan, antara lain:

  • Peminjaman: menyusun peraturan peminjaman, merancang formulir dan catatan, mengawasi koleksi tendon, menyiapkan laporan statistic,menangani kebutuhan pemustaka, dll.
  • Layanan rujukan, terdiri dari: menentukan kebijakan layanan rujukan, menjawab pertanyaan, pembimbingan mengenai cara perujukan dan menggunakan sumber rujukan, menghimpun bibliografi, membuat indeks khusus, memberikan informasi kepada pemustaka tentang buku yang berhubungan dengan minatnya, dll.
  • Perawatan bahan perpustakaan: menentukan cara dan teknik pengawetan, menentukan kebijakan penjilidan, penambahan dan penghapusan, merencanakan pengaturan rak, mengawasi prosedur penyimpanan buku dalam rak, dll.
  • Jaringan kerja sama: turut serta dalam pengkatalogan bersama,, mengawasi silang layan, mengawasi keterlibatan dalam penyusunan catalog induk dan pusat bibliografi, mengesahkan data bibliografi untuk silang layan, dll.
  • Pengembangan: menyusun rencana perpustakaan secara menyeluruh, merencanakan dan memulai kegiatan baru, menentukan cara mencatat, membuat statistic dan formulir yang diperlukan, membuat analisis pekerjaan, melatih dan mengajar jaryawan baru, membimbing peserta magang, melatih karyawan untuk meningkatkan kinerja dan pengetahuan, dll.
  • Administrasi: merencanakan anggaran, memberikan arahan tentang pemeliharaan gedung dan pekarangan, menentukan bahan habis pakai, menyiapkan laporan, mengatur penempatan karyawan, meningkatkan kesejahteraan karyawan, dll.

Sebagimana dikutip dari  Perpustakaan Perguruan Tinggi : Buku Pedoman edisi ketiga.

 

5. Peran Pustakawan sebagai Makhluk Sosial di Perpustakaan

Pustakawan sebagai salah satu anggota masyarakat tidak dapat lepas dari aktivitas individual dan aktivitas sosial. Pustakawan sebagai makhluk individual, mempunyai hubungan dengan dirinya sendiri, adanya dorongan untuk mengabdi  kepada dirinya sendiri. Pustakawan sebagai makhluk sosial, adanya hubungan pustakawan dengan sekitarnya, adanya dorongan pada pustakawan untuk mengabdi kepada masyarakat pemustaka. Pustakawan sebagai makhluk berKetuhanan atau makhluk religi adanya hubungan pustakawan dengan Sang Pencipta, adanya dorongan pada pustakawan untuk mengabdi kepada Sang Pencipta, kekuatan yang ada di luar dirinya.

Karena pustakawan sebagai makhluk individual, maka dalam tindakan-tindakannya pustakawan kadang-kadang menjurus kepada kepentingan pribadi. Namun karena pustakawan juga sebagai makhluk sosial, dalam tindakan-tindakannya pustakawan juga sering menjurus kepada kepentingan-kepentingan masyarakat.

Sikap Pustawakan Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku yang harus dipedomani: (IPI : 2007)

a.       berupaya melaksanakan tugas  sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya dan kebutuhan pengguna perpustakaan pada khususnya;

b.      berupaya mempertahankan keunggulan kompetensi setinggi mungkin dan berkewajiban mengikuti perkembangan;

c.       berupaya membedakan  antara pandangan atau sikap hidup pribadi dan tugas profesi;

d.      menjamin bahwa tindakan dan keputusannya, berdasarkan pertimbangan professional;

e.       tidak menyalah gunakan posisinya dengan mengambil keuntungan kecuali atas jasa profesi;

f.       bersifat sopan dan bijaksana dalam melayani masyarakat, baik dalam ucapan mapun perbuatan.

Dari garis-garis tersebut di atas yang harus dipakai sebagai pedoman bagi pustakawan, ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian baginya, yakni menyadari pentingnya sebagai seorang pelayan yang baik bagi para nasabahnya (pemustaka), selalu meningkatkan kemampuan diri dalam setiap perkembangan. Selalu berupaya untuk mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadinya, penuh dengan kehati-hatian dan cermat dalam setiap mengambil keputusan. Bersikap jujur dengan selalu bersikap professional dalam mengembangkan karir, dan senantiasa berpenampilan menarik serta menyenangkan bagi siapa saja yang menjumpainya. Itulah sifat-sifat luhur yang perlu dimiliki oleh seorang pustakawan yang professional.

Untuk dapat mewujudkan sifat-sifat tersebut, maka perlu adanya jalinan hubungan yang harmonis antara pustakawan dengan pihak-pihak yang terkait, diantaranya ialah:

      Hubungan dengan pemustaka: pustakawan perlu memberikan akses yang seluas-luasnya kepada pemustaka dan bersikap adil, tanpa memandang ras, agama, status social, gender, dll. kecuali dintentukan oleh peraturan yang berlaku. Pemustaka bertanggung jawab atas informasi yang diperolehnya dari perpustakaan tanpa melibatkan pustakawan sebagai penyedia informasi. Pemustaka perlu mendapat perlindungan hak privasinya atas kerahasiaan yang menyangkut informasi yang dicari. 

         Hubungan dengan antar pustakawan. Pustakawan berusaha untuk selalu mengembangkan diri untuk mecapai keunggulan dalam profesinya dan senantiasa menjalin kerjasama antar pustakawan dalam rangka mengembangkan kompetensinya. Sebagai makhluk social pustakawan tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pustakawan lainnya, maka saling tukar informasi mutlak diperlukan.

       Hubungan dengan perpustakaan. Pustakawan tentunya perlu ikut aktif dalam setiap perumusan kebijakan yang menyangkut kegiatan kepustakawanan. Memberikan masukan bagi pengembangan perpustakaan   yang menyangkut   kegiatan jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.

 Hubungan dengan organisasi profesi.  Organisasi tidak dapat begerak dengan sehat kecuali ditopang dengan dana yang cukup, maka peran aktif dari pustkawan dalam membayar iuran sangat dibutuhkan. Pustakawan mempunyai kewajiban didalam mengembangkan organisasinya yakni dengan berperan aktif dalam setiap kegiatan.

                  Hubungan dengan masyarakat. Pustakawan bekerja sama dengan anggota komunitas dan organisasi yang sesuai, berupaya meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan serta komunitas yang dilayaninya.

Peran pustakawan di perpustakaan sangat dominan terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat perpustakaan (pemustaka). Untuk memenuhi kebutuhan  pemustaka yang beraneka ragam,  tentunya diperlukan cara-cara yang dapat memikat bagi mereka.

 Menurut Mangkunegara::2005 kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri.  Apabila konsumen kebutuhannya tidak terpenuhi, ia akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi, konsumen akan memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai manifestasi rasa puasnya. 

Misi perpustakaan adalah  menyebarluaskan informasi kepada pemustaka yang membutuhkannya. Koleksi perpustakaan lengkap dan  bagus, tempatnya nyaman, namun sepi pengunjung. Tentunya ini ada penyebabnya, salah satunya adalah kurangnya promosi.  Maka peran pustakawan untuk memasarkan produknya untuk memuaskan konsumen, maka sangat diperlukan promosi. Dalam hal mempromosikan   perpustakaan,   maka pustakawan perlu mengenal perilaku konsumen. 

Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan  dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang-barang dan jasa. (Loudon dan Bitta dalam Mangkuneagara : 2005)

Perilaku konsumen adalah suatu proses yang terdiri dari beberapa tahap yaitu : (Prasetijo:2005)

o   Tahap perolehan (acquisition): mencari (searching) dan membeli (purchasing)

o   Tahap konsumsi(consumption): menggunakan (using), dan mengevaluasi (evaluating)

o   Tahap tindakan pasca beli (disposition): apa yang dilakukan oleh konsumen setelah produk itu digunakan atau dikonsumsi.

Dari kedua definisi tersebut, dapat diberikan komentar bahwa mula-mula konsumen melakukan pencarian barang/jasa yang dibutuhkan. Dalam hal pemustaka mencari (searching) dapat melalui alat bantu penelusuran (catalog perpustakaan) atau langsung menuju ke rak dimana buku tersimpan. Ketersediaan katalog yang  memadai dan susunan buku di rak secara teratur akan mempercepat proses temu kembali informasi. Jika hal ini terjadi maka kebutuhan pemustaka terpenuhi dan kepuasan akan diperolehnya. Tahap purchasing adalah keputusan yang diambil oleh pemustaka untuk meminjam koleksi dari berbagai pencarian yang dilakukan sebelumnya.

Tahap menggunakan (Using), mengevaluasi  (evaluating) dan pasca beli/pinjam (disposition)  adalah tahapan dimana pemustaka memanfaatkan atas infomasi yang diperolehnya. Pemanfaatan informasi tersebut tentunya akan berdampak pada perilku pemakainya, tergantung untuk apa   pemustaka meminjam/ mencari informasi tersebut. Apabila tujuan pinjam/ memperoleh informasi untuk keperluan studi, pengajaran, dan atau penelitian maka pemustaka akan merasa terpenuhi kebutuhannya itu.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi para pustakawan, dalam hal promosi terhadap produk jasa yang milikinya, antara lain:

 

5.1. Segmentasi pasar perpustakaan. “Segmentasi pasar adalah usaha pemisahan pasar pada kelompok-kelompok pembeli menurut jenis-jenis produk tertentu dan memerlukan bauran pemasaran sendiri”. (Mangkunegara : 2005). Dalam hal ini perpustakaan dapat mengelompokkan koleksinya berdasarkan pelanggan yang dilayaninya. Misalnya pada perpustakaan umum, dapat mengelompokkan koleksinya berdasarkan kebutuhan tingkat pendidikan (SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi). Dapat pula dikelompokkan berdasarkan profesi/pekerjaan para pelanggan (petani, pedagang, seniman, karyawan, dll). Atau dapat juga dapat mengelompokkan berdasarkan subjeknya. Perpustakaan Perguruan Tinggi dalam mengelompokkan koleksi dapat berdasarkan fakultas atau per program studi. Segementasi pasar adalah mengidentifikasi konsumen dengan kebutuhan yang sama dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu dengan menawarkan produk (koleksi perpustakaan).

Segementasi pasar bermanfaat untuk

o   Dengan cepat dapat mendeteksi kecenderungan perubahan kebutuhan para pemustaka.

o   Merencanakan ketersediaan koleksi sesuai dengan permintaan pemustaka.

o   Menentukan jenis promosi yang akan dilakukan.

 

5.2. Mempelajari perilaku konsumen. Analisis konsumen memainkan peranan penting dalam pengembangan kebijakan public. Misalnya analisis untuk meningkatkan layanan perpustakaan keliling di daerah kepulauan,  maka yang diperlukan adalah alat transportasi yang sesuai dengan wilayah itu (yaitu dengan perahu). Apabila daerah yang dilayani berupa bukit dan pegunungan sehingga untuk perjalanan darat dan laut sulit, maka yang diperlukan adalah alat transportasi udara berupa helicopter dan atau yang sejenisnya.

Dari tabel di atas  dapat diberikan uraian bahwa, produk perpustakaan yang berupa jasa informasi diawali dari seleksi kebutuhan  dari para pemustaka untuk pengadaan dokumen/koleksi.  Bagi perpustakaan perguruan tinggi didalam melakukan seleksi  akan melibatkan civitas akademika pada lembaga tersebut. Sehingga pada kolom sementasi tersebut pada kolom isu konsumen yang menyatakan “Konsumen mana yang paling tepat untuk produk kita? dan Sifat konsumen mana yang harus  digunakan untuk segmentasi pasar produk kita?” , maka aktivitas  pengadaan koleksi yang melibatkan civitas akademika sangatlah tepat. Langkah-langkah pengadaan koleksi tersebut sekaligus menjawab dari kolom Produk yang menyatakan “Produk mana yang digunakan oleh konsumen  saat ini? dan Keuntungan apa yang diharapkan konsumen dari produk tersebut?, karena diawal pengadaan koleksi para pemustaka (civitas akademika) telah dilibatkan, maka dengan sendirinya produk perpustakaan akan berguna bagi konsumennya/pemustaka. Keuntungan yang diperoleh adalah dari segi efisiensi dana dan manfaat koleksi akan mengalami tepat guna san tepat sasaran.

Untuk menjawab pertanyaan “Promosi yang bagaimana yang dapat mempengaruhi konsumen untuk membeli dan menggunakan produk kita? dan Iklan yang bagaimana yang paling efektif untuk produk kita?” pada kolom promosi, maka dapat dijawab bahwa dengan menjalin bekerja sama antara dosen pengampu dan perpustakaan adalah sebagai romosi dan iklan yang efektif. Caranya adalah dosen pengampu mata kuliah memberikan tugas kepada para mahasiswa untuk melakukan studi literature di perpustakaan. Konsekuensi logis yang perlu dilakukan oleh perpustakaan adalah dengan menyediakan koleksi cukup pada mata kuliah tersebut, dan menyediakan meja baca baca yang memadai.

Pertanyaan  Seberapa penting harga bagi konsumen untuk setiap pasar sasaran? dan Apa dampak dari perubahan harga terhadap perilaku pembelian? pada kolom harga, dapat diberikan  jawaban bahwa dengan ketersediaan koleksi yang memadai untuk mengerjakan tugas dari dosen tersebut tentunya akan berdampak pada mahasiswa untuk lebih gemar membaca dan sekaligus tugas untuk melakukan studi literaur dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Pada kolom distribusi yang menyatakan Dimana konsumen membeli produk ini? dan Apakah system distribusi yang berbeda akan mengubah perilaku pembelian?, pada konteks layanan perpustakaan dalam pertanyaan ini dapat dijawab bahwa kemudahan pemustaka untuk memperoleh koleksi dengan cepat, maka perlu display dokumen baru yang dikoleksi oleh perpustakaan melalui papan pameran yang dipunyai oleh perpustakaan. Informasi lain dalam bentuk daftar judul perolehan buku baru melalui lembaran tercetak juga akan lebih cepat informasi itu sampai kepada pemustaka.

 

5.3. Promosi  Perpustakaan

Promosi dimaksudkan untuk lebih mengenalkan perpustakaan kepada masyarakat tentang kegiatan perpustakaan dengan berbagai sumber daya yang dimilikinya. Hal-hal yang dapat dipromosikan kepada masyarakat adalah tentang berbagai koleksi yang ada, pentingnya masyarakat gemar membaca, mengenalkan adanya teknologi informasi (misalnya dengan memperkenalkan internet dengan berbagai kelebihan dan keunikannya), dan lain-lain. Banyak hal baru di perpustakaan untuk meningkatkan layanannya, tetapi kurang dikenal oleh masyarakat.

Promosi dapat dilaksanakan dengan berbagai cara seperti melalui pameran, peragaan, penerbitan, penyebaran poster, dan pemasangan iklan dalam surat kabar dan majalah serta media lainnya. Dalam usaha ini perpustakaan menerbitkan Daftar Tambahan Koleksi, Bibliografi, Indeks Artikel, Abstrak, Buku Petunjuk Perpustakaan, Penyebaran Informasi Terpilih, Buletin Perpustakaan, Jasa Kesiagaan Informasi, Laporan Perpustakaan, dll. Usaha lain adalah mengadakan pameran buku secara berkala, baik dislenggarakan sendiri maupun bekerja sama dengan took buku, penerbit, atau lembaga lain.

Kegiatan promosi memerlukan biaya, karena itu  hendaknya direncanakan dengan cermat agar dapat diperoleh hasil yang optimal dengan biaya  yang hemat. Perpustakaan perlu mmbuat rencana anggaran tersendiri untuk promosi ini. Dengan membuat amggaran promosi pada setiap awal tahun anggaran, maka program promosi akan dapat lebih terarah dan terprogram. Anggaran promosi hendaknya dibuat terpisah dari angaraan pengadaan koleksi dan anggaran pengembangan lainnya.

Perencanaan promosi perpustakaan meliputi hal sebagai berikut:

1.      merumuskan jneis layanan yang tersedia di perpustakaan dengan jelas,

2.      menganalisis lebutuhan calon pengguna, khususnya yang berkaitan  dengan minatnya,

3.      menganalisis keadaan untuk menentukan kiat yang sesuai dengan tujuan promosi,

4.      menyediakan dana dan tenaga yang memadai, dan

5.      mengevaluasi keberhasilan usaha promosi.

 

5.4. Teknik Pendekatan untuk Mempengaruhi Pemustaka

5.4.1 Teknik Pendekatan Stimulus Respon, adalah merupakan teknik menyampaikan ide-ide atau pengetahuan tentang koleksi kepada pemustaka agar pemustaka  tertarik atau termotivasi untuk mengambil keputusan meminjam koleksi-koleksi yang disampaikan itu. Dengan kata lain perpustakaan atau pustakawan memberikan  stimulus berupa koleksi-koleksi yang ada di perpustakaan kemudian diharapkan pemustaka dapat meresponnya secara positif. Misalnya seorang pemustaka menanyakan tentang buku Psikologi Sosial, maka pustakawan dapat memberikan informasi tentang judul, pengarang, garis besar isi pada setiap judul/pengarang, tahun penerbitan, dan buku yang diacu oleh dosen untuk mengajar. Kemudian pemustaka diarahkan untuk meminjam diantara alternative yang cenderung mendapat perhatian atau tanggapan positif dari pemustaka tersebut. Dengan demikian si pemustaka akan lebih mudah mengambil keputusan.

5.4.2 Teknik Pendekatan Humanistik

Teknik ini merupakan teknik pendekatan yang bersifat manusiawi. Dalam teknik ini keputusan meminjam sepenuhnya diserahkan kepada pemustaka yang bersangkutan. Perpustakaan atau pustakawan hanya lebih bersifat menyediakan berbagai koleksi dengan memberikan  informasi tentang manfaat, kelebihan dan kekurangan yang terdapat pada masing-masing koleksi yang tersedia.

 5.4.3 Teknik Pendekatan Gabungan antara Stimulus-Respon dan Humanistik

Teknik ini merupakan teknik pendekatan dari hasil kombinasi antara teknik stimulus-respon dan teknik humanistic. Perpustakaan atau Pustakawan dalam menghadpi pemustaka lebih bersifat mengkondisikan perilaku yang memungkinkan pemustaka termotivasi untuk meminjam/menggunakan, namun keputusan meminjam/membaca sepenuhnya diserahkan kepada pemustaka. Misalnya koleksi yang disusun dengan berbagai bentuk yan menarik pemustaka, display pustaka disusun teratur yang memungkinkan menjadi pusat perhatian pemustaka.

5.4.4 Teknik Pendekatan dengan Komunikasi yang Persuasif

Teknik ini merupakan teknik pendekatan dengan menggunakan komunikasi persuasive melalui rumus AIDDAS: A = Attention (perhatian), I = Interest(minat), D = Desire (hasrat), DDecision (keputusan), A = Action (tindakan), dan S = Satisfaction (kepuasan).

Pertama kali perlu dibangkitkan perhatian pemustaka terhadap suatu koleksi agar timbul minatnya, kemudian dikembangkan hasratnya untuk meminjam/membaca koleksi tersebut.Setelah itu diarahkan pemustaka untuk mengambil keputusan meminjam/membaca koleksi yang sesuai dengan kebutuhannya, dengan harapan konsumen merasa puas setelah meminjam/membaca.

 

6. Proses Keputusan Pemustaka

Untuk memahami peran sikap dalam perilaku konsumen, kita harus memahami bagaimana sikap dikembangkan dan bagaimana peran yang dimainkan. Sikap dikembangkan sepanjang waktu melalui proses pembelajaran yang dipengaruhi oleh pengaruh senior terhadap yuniornya, pengaruh kelompok kawan sebaya,  dan pengalaman .

6.1 Pengaruh Senior terhadap Yuniornya

Pengaruh Senior terhadap Yuniornya  mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam keputusan peminjaman/membaca. Karena pengalaman sang senior maka si yunior akan lebih percaya tentang apa yang telah didapat dari sang kakak tersebut.

6.2 Pengaruh Kelompok Kawan Sebaya

Banyak studi yang memperlihatkan bahwa kawan sebaya (seangkatan) mampu mempengaruhi dalam perilaku pemustaka. Kazt dan Lazarsfeld dalam Setiadi (2008) yang dikutip Assel (1992) menemukan bahwa peer group lebih memungkinkan mempengaruhi sikap dan perilaku peminjaman/membaca daripada iklan. Anak-anak usia belasan tahun (remaja) sering melakukan peminjaman/membaca terhadap suatu buku/koleksi karena pengaruh teman sekolahnya telah meminjam buku itu.

6.3 Pengalaman

Pengalaman masa lalu mempengaruhi sikap terhadap merek. Pengalaman penggunaan suatu merek produk pada masa lalu akan memberikan evaluasi atas merek tersebut, bergantung apakah pengalaman itu menyenangkan atau tidak. Jika pengalaman masa lalu itu menyenangkan maka sikap pemustaka di masa mendatang akan positif, tetapi jika pengalaman pada masa lalu itu tidak menyenangkan maka sikap pemustaka di masa mendatang pun akan negatif.

 

7.  Kesimpulsn

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa:

7.1 Pustakawan Indonesia belum sepenuhnya dapat disebut sebagai pustakawan yang professional, karena pada kenyataannya masih terdapat kesenjangan bagi para Pustakawan Indonesia, terutama pustakawan yang bekerja pada Perpustakaan Daerah tingkat II (Kabupaten). Pada perpustakaan tersebut  belum tersedia adanya tim penilai pustakawan, adanya di tingkat propinsi .

7.2 Pustakawan Indonesia sebagai anggota profesi telah berperan besar dalam pengembangan perpustakaan di Indonesia, sejak jaman penjajah Belanda – hingga sekarang kepustakawan di Indonesia dapat berkembang secara signifikan berkat peran dari para pustakawan kita. Adanya Perpustakaan Sekolah, Perpustakaan Nasional/Daerah, Perpustakaan Perguruan Tinggi, dan Perpustakaan Khusus ini adalah hasil perjuangan dari para Pustakawan Indonesia.

7.3 Pustakawan sebagai makhluk sosial di perpustakaan memiliki peran yang sangat  penting terhadap pengembangan perpustakaan. Pengembangan tersebut  meliputi pengembangan koleksi, pengembangan sarana dan prasarana, serta pengembangan untuk meningkatkan minat baca pemustaka. Salah satu peran pustakawan dalam meningkatkan minat baca adalah dengan cara menganalisis perilaku pemakai dan mempromosikan produk jasa informasi perpustakaan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

  1. Departemen Pendidikan Nasional RI. 2004. Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman, edisi ketiga. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
  2. IPI. 2007. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga disertai Kode Etik Ikatan Pustakawan Indonesia.
  3. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua.
  4. Indonesia. 2005. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14, Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
  5. Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43, Tahun 2007 Tentang Perpustakaan.
  6. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2005. Perilaku Konsumen edisi revisi. Bandung : Refika Aditama.
  7. Perpustakaan Nasional RI. 2003. Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya, Keputusan MENPAN Nomor: 132/KEP/M. PAN/12/2002 dan Keputusan Bersama Kepala Perpustakaan Nasional RI dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor: 23 Tahun 2003; Nomor: 21 Tahun 2003.
  8. Perpustakaan Nasional RI. 2006. Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya dengan Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional RI Nomor 10 Tahun 2004, tanggal 30 Maret 2004.
  9. Prasetijo, Ristiyanti dan Ihalauw, John J.O.I. 2005. Perilaku Konsumen. Yogyakarta : Andi.
  10. Presiden Republik Indonesia. 2007. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2007 Tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Pustakawan.
  11. Setiadi, Nugroho J. 2008. Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta : Kencana.
  12. Sulistyo-Basuki. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakaarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
  13. Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Andi

 

Tinggalkan komentar